Selasa, 10 Mei 2016

ANALISIS STILISTIKA DALAM CERPEN

TUGAS MAKALAH
ANALISIS STILISTIKA DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” KARYA HERMAN R N


Disusun Untuk Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Stilistika
Dosen Pengambu Okta Rina Puspita W, M.Pd.




disusun oleh
Siti Amirin Durotul Inaroh
(34101300126)





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2015


ANALISIS STILISTIKA DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” KARYA HERMAN R N
Oleh Siti Amirin D I (34101300126)
                
                      

RINGKASAN

                                 
Peristiwa atau pengalaman yang dialami seseoarang seringkali diungkapkan dengan menggunakan cerpen untuk menyampaikan perasaan dan menjelaskan suatu peristiwa yang dialami atau yang dilihatnya. Sebagai wacana sastra prosa, konteks penyampaian makna dari sebuah cerpen selalu disampaikan dengan gaya bahasa. Berbagai gaya bahasa digunkan guna menampilkan keindahan dalam sebuah cerpen. Karena setiap kata-kata yang tertuang di dalam cerpen terkadang telah mampu menunjukkan makna yang disampaikan.
Pendekatan yang tepat untuk digunakan dalam menganalisis cerpen karya Herman R N ini yaitu pendekatan stilistika, yang membahas tmengenai gaya bahasa dalam sebuah karya sastra prosa yang dalam hal ini fokus pembahasannya adalah pada hasil analisis cerpen “Kamboja di Atas Nisan” karya Herman R N dengan pendekatan stilistika.


Kata kunci: Pendekatan stilistika, Cerpen, Kamboja di Atas Nisan, Herman R N


DAFTAR ISI

Halaman
                                                       




BAB I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Sebuah karya sastra memiliki banyak aspek untuk dikaji melalui berbagai pendekatan. Misalnya pada sebuah cerpen, kita dapat mengkajinya dari sisi manapun sesuai dengan pendekatan yang digunakan. Beragam pula pendekatan yang dapat dipakai untuk menganalisis suatu karya sastra. Salah satunya adalah pendekatan stilistika.
Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus (latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Dalam bidang bahasa dan sastra style dan stylistic berarti cara penggunaan bahasa yang khas sehingga menimbulkan efek tertentu (Nyoman Kutha Ratna 2009: 8-9). Dengan kata lain stilistika adalaah ilmu yang mempelajari tentang gaya bahasa yang terdapat pada sebuah karya sastra salah satunya adalah cerpen.
Cerpen adalah cerita rekaan atau fiksi. cerpen merupakan sebuah karya sastra berbentuk prosa naratif (karangan bebas) yang berisi cerita khayal/fiksi dan disajikan secara ringkas. Unsur cerita seperti  tema, tokoh, penokohan atau karakter, alur, latar, sudut pandang dan amanat tetap ada dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Cerpen selalu berhubungan dengan kehidupan masyarakat karena pada dasarnya cerpen berasal dari kehidupan sekitar kita, berasal dari kisah  yang berkembang disekeliling kita akan tetapi kemudian diolah dan dikembangkan dengan imajinasi penulis sehingga cerpen bersifat fiksi.
Cerpen yang akan diteliti dalam makalah ini adalah cerpen Kamboja di Atas Nisan karya Herman R N dalam Kompas, 05 Januari 2014, dengan pendekatan stilistika. Dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan diceritakan seseorang bernama Kamboja yang ingin mempertahankan pemakanman di mana ibunya dimakamkan. Hal yang menarik dari cerpen ini adalah penggunaan bahasanya dalam menggambarkan setiap peristiwa atau tempat tertentu, dengan menggunakan gaya bahasa yang indah. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam makalah ini penulis akan menganalisis cerpen tersebut dengan pendekatan stilistika.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana analisis stilistika atau gaya bahasa apa saja yang terdapat dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan karya Herman R N dalam Kompas, 05 Januari 2014 tersebut?
                                                 

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan maslah tersebut maka tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana analisis stilistika atau gaya bahasa apa saja yang terdapat dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan karya Herman R N dalam Kompas, 05 Januari 2014 tersebut.



BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Sinopsis Cerpen Kamboja di Atas Nisan

Tubuhnya gemetar. Perlahan tangan perempuan itu bergerak, menyusuri lekuk-lekuk batu tanah gundukan di hadapannya. Tangannya yang sebelah lagi meremas-remas tanah. Badannya kian bergetar hebat tatkala ia berusaha menahan air yang nyaris melabrak kelopak matanya. Kamboja adalah anak semata wayang yang harus terlahir di sebuah pengungsian karena diusik oleh pemberontak. Ayahnya meninggal akibat peluru nyasar yang berasal dari kelompok pemberontak dan tidak tau di mana pemakamannya.
Kini Kamboja hidup sebatang kara di sebuah kota karena dia harus melanjutkan sekolahnya ke universitas sebagai pesan dari sang ibu. Setiap kali liburan semester Kamboja selalu mengunjungi tempat peristiharatan terakhir sang ibu yang berada di kampung. Suatu hari Kamboja sedang berada di makam ibu tercintanya yang ada di kampung. Ibunya dimakamkan di tempat pemakaman umum korban konflik. Di pemakaman tersebut Kamboja menangis meratapi nasib dirinya dan sang ibu. Kamboja merasa bingung karena tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamtakan tempat peristirahatan ibunya itu dari tangan pemberontak dan orang-orang yang gila akan harta.
Gundukan-gundukan tanah itu rencananya akan dibangun sebuah hotel berbintang yang bertaraf internasional. Seharian Kamboja berada di atas gundukan tanah di mana ibunya beristirahat ibi sembari memeluk nisan dan meremas-remas tanah gundukan tersebut. kamboja berusaha menahan air matanya itu sembarimengajukan beberapa pertanyaan kepada sang ibu, namun jawaban itu tak kunjung dia dapatkan. Kamboja akhirnya tidak dapat menahan air matanya. Ia sesenggukan. Bening yang telah lama mengambang itu pecah juga dari balik kelopak matanya yang berbulu lentik. Satu per satu bening itu jatuh menimpa pinggiran nisan ibu Kamboja. Kamboja menjatuhkan kepalanya di batu nisan tersebut. Beberapa kali ia benturkan kepalanya ke batu itu. Ia bisikkan sesuatu di sana. Suaranya pelan. Hampir tak terdengar di antara angin siang yang sedikit kencang.
”Ibu, jika setelah berbaring pun ketenanganmu mesti terusik, katakan pada Tuhan, biarkan aku yang menggantikan kau di sini,” lirihnya.
Lama Kamboja diam setelah mengucapkan kata-kata itu. Tubuhnya masih bergetar, kendati matahari sudah di puncak kepala. Kamboja mandi keringat. Namun, sedikit pun ia tak menyeka keringat itu. Ia bahkan nyaris melupakan letak kerudungnya yang melorot ke pundak. Rambutnya yang biasa tersimpan rapi di balik kerudung itu mulai tampak. Angin pun membelai rambut hitam keriting itu. Ia tetap bertanya kepada sang ibu bagaimana lagi caranya mengatakan kepada mereka tentang penderitaanmu, penderitaan kaum perempuan. Kamboja berhenti sejenak. Ia tengadah ke langit. Sinar matahari tepat menghunjam retina mata Kamboja. Ia tak berkedip. Hanya memicingkan mata sedikit. Seraya bertanya kepada tuhan dan meminta pertolongan. Kamboja sesenggukan. Ia bersimpuh di hadapan nisan ibunya. Lehernya menekuk. Kepalanya nyaris menyentuh lutut. Tubuhnya masih terus bergetar. Isaknya pun mulai deras.
Kamboja bangkit, menuju bagian kaki ibunya. Ia duduk perlahan. Kedua telapak tangannya menyentuh batu nisan itu. Lalu, kepalanya ia tundukkan agar dapat mencium nisan di kaki ibunyA. Kamboja bersujud meminta ampun kepada sang ibu atas ketidak berdayaanya dan berjanji akan berusaha mempertahankan ibunya walau mungkin itu mustahil dan tidak akan menjual ibunya kepada pemerintah yang akan mendirikan hotel di tempat di mana itu adalah tempat peristirahatan terahir sang ibu. Hingga beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki sayup-sayup di telinga.
Kamboja bangkit. Dari makam ibunya, ia berteriak kepada dua orang yang tak lain adalah mereka yang akan membangun tempat itu menjadi hotel. Bahkan pemimpin desa tempat dia dilahirkan mengatakan bahwa Kamboja adalah orang gila. Tidak terima dengan hal itu Kamboja mendekati orang tersebut dan berkata bahwa dia memang sudah gila. Gila karena mempertahankan hak-hak orang mati. Kamboja juga menjelaskan bahwa makam itu adalah rumah mereka yang telah istirahat dengan tenang. Kamboja gila karena menginginkan ketenangan mereka. Sedangkan penguasa atau pemerintah itu gila karena ingin hotel megah tanpa melihat penderitaan orang lain. Lelaki yang sedari tadi disapa ”bapak” berbalik meninggalkan lokasi pemakaman.
                  

2.2 Analisis Stilistika

Dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan karya Herman R N tersebut hampir sebagian besar menggunakan bahasa yang mengandung beberapa gaya bahasa.

1.        Gaya Bahasa Personifikasi
Yaitu gaya bahasa yang membandingkan benda mati seolah-olah mimiliki sifat seperti bebda hidup atau manusia. Dalam cerpen tersebut kalimat yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi terdapat pada kutipan kalimat “Tangannya yang sebelah lagi meremas-remas tanah. Badannya kian bergetar hebat tatkala ia berusaha menahan air yang nyaris melabrak kelopak matanya.” Paragraf 1.
Pada kalimat “Air yang nyaris melabrak kelopak matanya” termasuk gaya bahasa personifikasi karena terdapat benda mati yaitu air yang dianggap memiliki sifat melabrak seperti yang dimiliki atau dilakukan oleh manusia.
Paragraf 4. Pada kalimat ”Ibu, kata Nek Mah, ibu sangat kesakitan ketika melahirkan aku. Perut ibu serasa dililit akar. Perih. Nek Mah pula yang mengatakan kalau perih ibu ditolong dengan daun mariam. Ibu, bisa kubayangkan menderitanya ibu saat itu. Aku yang lahir sungsang, ibu yang kesakitan. Sedangkan ayah? Ibu….”. Perut ibu seras dililit akar termasuk gaya bahasa personifikasi karena akar dinaggap bisa melilit seperti manusia.
Paragraf 11. Pada kalimat Ia bahkan nyaris melupakan letak kerudungnya yang melorot ke pundak. Rambutnya yang biasa tersimpan rapi di balik kerudung itu mulai tampak. Angin pun membelai rambut hitam keriting itu.” pada kalimat yang digaris bawah tersebut termasuk gaya bahasa personifikasi karena angin dianggap bisa membelai atau memegang rambut seperti manusia.
Pada paragraf 13, kalimat “Kamboja berhenti sejenak. Ia tengadah ke langit. Sinar matahari tepat menghunjam retina mata Kamboja. Ia tak berkedip. Hanya memicingkan mata sedikit.” Pada kalimat yang bergaris bawah tersebut termasuk gaya bahasa personifikasi karena sinar matahari yang memiliki sifat menghnjam (menukik) seperti manusia.
Pada paragraf 9 yang terdapat pada kalimat “Kamboja menjatuhkan kepalanya di batu nisan tersebut. Beberapa kali ia benturkan kepalanya ke batu itu. Ia bisikkan sesuatu di sana”. Pada kalimat yang bergaris bawah tersebut termasuk gaya bahasa personifikasi karena di sana yang dimaksut adalah batu nisan jadi batu nisan tersebut dianggap bisa mendengarkan apa yang dibisikan.

2.        Gaya Bahasa Eufemisme
Dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan tersebut juga terdapat gaya bahasa eufemisme yaitu gaya bahasa perbandingan yang menggunakan kata-kata/ ungkapan yang diperhalus agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Terdapat beberapa contoh kalimat yang mengandung gaya bahasa eufemisme yaitu sebagai beikut.
Pada paragraf 5, kalimat “Tangan kanannya terus menelusuri lekuk batu nisan di tanah gundukan (menghluskn-arti-makam di hadapannya. Tangan kirinya semakin kuat mencengkeram tanah di sampingnya.” Pada kata yang digaris bawah tersebut menunjukkan bahwa kata tersebut termasuk gaya bahasa eufemisme karena artinya menghaluskan arti makna makam (pengganti kata makam).
Pada paragraf 10, kalimat langsung yang diucapkan Kamboja kepada ibunya ”Ibu, jika setelah berbaringpun ketenanganmu mesti terusik, katakan pada Tuhan, biarkan aku yang menggantikan kau di sini,” lirihnya. Pada kata yang bergaris bawah tersebut menunjukkan gaya bahasa eufemisme karena kata “setelah berbaring “ digunakan untuk memperhalus kata meninggal. Bisa dirasakan bahwa kehidupan tokoh sangat menderita bahkan hingga dia meninggal sekalipun.
Paragraf 14, Pada kalimat langsung yang diucapkan Kamboja kepada Allah “Setelah ia berbaring di tanah-Mu, apakah harus diusik juga?”. Kata yang digaris bawah tersebut termasuk gaya bahasa eufemisme karena itu merupakan kata yang berarti meninggal atau kembali kepada Allah tetapi diperhalus.

3.        Gaya Bahasa Hiperbola
Dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan tersebut juga terdapat gaya bahasa hiperbola yaitu gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesr-besarkan suatu hal dari sesungguhnya. Terdapat beberapa contoh kalimat yang mengandung gaya bahasa hiperbola yaitu sebagai beikut.
Pada paragraf 9 kalimat “Kamboja menjatuhkan kepalanya di batu nisan tersebut. Beberapa kali ia benturkan kepalanya ke batu itu. Ia bisikkan sesuatu di sana. Suaranya pelan hampir tak terdengar di antara angin siang yang sedikit kencang.” Pada kalimat tersebut terutama pada kalimat yang digaris bawahi tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena bermakna melebih-lebihkan suaranya bahwa suaranya itu pelan sekali hingga anginpun tak dapat mendengarkan apalagi manusia.digambarkan juga bahwa suasana di sana sangatlah hening, sepi.
Pada paragraf 11 “Lama Kamboja diam setelah mengucapkan kata-kata itu. Tubuhnya masih bergetar, kendati matahari sudah di puncak kepala. Kamboja mandi keringat. Namun, sedikit pun ia tak menyeka keringat itu. Ia bahkan nyaris melupakan letak kerudungnya yang melorot ke pundak. Rambutnya yang biasa tersimpan rapi di balik kerudung itu mulai tampak. Angin pun membelai rambut hitam keriting itu. Pada kalimat yang digaris bawahi tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena mandi keringat yaitu sangat berkeringat akibat sangat panas (dilebih-lebihkan). Sang tokoh sedang berada di makam sang ibu dan berada tepat dibawah terik matahari.

4.        Gaya Bahasa Zeugma
Dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan terdapat pula gaya bahasa zeugma yaitu majas penegasan yang seolah-olah tidak logis dan tidak gramatikal, rancu. Dalam cerpen ini gaya bahasa tersebut terdapat pada paragraf tujuh “Kamboja akhirnya tidak dapat menahan air matanya. Ia sesenggukan. Bening yang telah lama mengambang itu pecah juga dari balik kelopak matanya yang berbulu lentik. Satu per satu bening itu jatuh menimpa pinggiran nisan ibu Kamboja.” Pada kalimat yang bergaris bawah tersebut termasuk gaya bahasa penegasan zeugma karena bening (air mata) yang pecah di balik kelopak mata itu dirasa tidak logis.

5.        Gaya Bahasa Sarkasme
Dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan juga terdapat gaya bahasa sindiran yaitu sarkasme. Sarkasme adalah gaya bahasa yang bersifat kasar. Gaya bahasa tersebut dalam cerpen tersebut terdapat pada dua paragraf terakhir, yang pertama pada kalimat langsung yang diucapkan oleh Kamboja ”Dia, Pak? Dia kayaknya orang gila. Sudah tiga hari dia menangis terus di makam itu.”
“Kamboja mendekati orang tersebut. ”Ya, saya sudah gila. Saya gila karena mempertahankan hak-hak orang mati. Makam ini adalah rumah mereka yang telah istirahat dengan tenang. Saya gila karena menginginkan ketenangan mereka. Sedangkan kalian, gila karena ingin hotel megah tanpa melihat penderitaan orang lain.  Kalimat yang bergaris bawah pada kedua paragraf tersebut termasuk gaya bahasa sindiran sarkasme karena kalimat yang digunakan untuk menyindir adalah kalimat kasar. Pargraf pertama sindiran yang ditujukan oleh pemerintah kepada Kamboja dan paragraf dua adalah sindiran yang ditujukan oleh kamboja kepada pemerintah.

B. Pemanfaatan Kata Daerah
Kata-kata dari bahasa daerah sering digunakan dalam karya sastra yang berlatar tempat daerah yang bersangkutan atau tokohnya berasal dari daerah tertentu. Dengan demikian penggunaan kata-kata daerah menjadi sarana pelataran atau sarana penokohan.
Namun dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan ini, pengarang tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata daerahnya. Ini bisa dikarenakan cerpen tersebut dipublikasikan melalui koran, di mana pengarang harus mengikuti ketentuan khusus dari instansi koran tersebut. Namun meski begitu dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan ini masih terdapat beberapa bahasa daerah yaitu pada paragraf tiga dalam kalimat “Kebetulan Nek Mah pernah diajarkan sebuah isim oleh orangtuanya. Isim itu disebut seulusoh dalam bahasa mereka. Dengan keahlian seulusoh itulah, Nek Mah membantu ibu Kamboja melahirkan. Kamboja lahir sungsang. Kakinya lebih dahulu menonjol, baru kemudian kepala.” Pada kalimat tersebut terdapat dua kata daerah yaitu kata isim dan kata seulusoh. Kata tersebut merupakan bahasa yang berasal dari Aceh Darussalam yang kurang lebih sama seperti dukun bayi.
Pada paragraf sebelas kalimat “Namun, sedikit pun ia tak menyeka keringat itu. Ia bahkan nyaris melupakan letak kerudungnya yang melorot ke pundak”. Dalam kalimat tersebut terdapat kata melorot, kata tersebut merupakan kata daerah yang berarti jatuh dengan perlahan.



BAB III. PENUTUP


3.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa cerpen yang berjudul Kamboja di Atas Nisan karya Herman R N setelah dianalisis dengan pendekatan stilistka terdapat penggunaan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut digunakan guna menciptakan nilai estetika dalam cerpen tersebut dan juga menjadikan sebuah karakter khusus seorang penulis.
Gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen Kamboja di Atas Nisan karya Herman R N tersebut yaitu gaya bahasa perbandingan yang berupa gaya bahasa personifikasi, eufemisme, dan hiperbola. Selain itu juga terdapat satu gaya bahasa penegasan yaitu zeugma dan selain itu juga terdapat gaya bahasa sindirin yaitu sarkasme.
Selain gaya bahasa dalam cerpen tersebut juga terdapat tiga kata daerah yang digunakan oleh pengarang. Kata tersebut yaitu isim, seulusoh dan melorot, kata tersebut merupakan kata daerah yang berasal dari daerah di mana pengarang berasal yaitu Acer Darussalam.



DAFTAR PUSTAKA

                                                          
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Puataka Pelajar.

Azzahra, Farras. 2013. Analisis Stilistika Pada Cerpen Datangnya Dan Perginya Karya : A.A. Navis. http://coretanyas.blogspot.co.id/2013/06/analisis-stilistika-pada-cerpen.html. Diunduh pada 22 November 2015.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar